Welcome to Heri Purnomo Blogspot

Rabu, 11 November 2009

artikel Dhamma 1

PERUSAHAAN KEBAJIKAN

Oleh : Heri Purnomo
Semoga berkat gaya-gaya pancaran para Buddha,Gaya-gaya pancaran para Pacceka Buddha
Dan gaya-gaya pancaran Arahat,‘ku mendapatkan perlindungan sekokoh mungkin

Sabbe Buddha balappattā,Paccekānañca ya bala,Arahantānañca tejena
rakkha vandhāmi sabbaso
(Dukkhappattādigāthā)

Pendahuluan


Kita hidup, bekerja, dan bermimpi, terkadang kita tertawa, terkadang kita menangis. Terkadang kita merasakan kebahagiaan, namun terkadang juga kita merasakan kesedihan, demikianlah waktu berlalu. Setiap orang pasti memiliki keinginan agar hidupnya selalu bahagia dan dapat mengisi hari-harinya dengan penuh keceriaan. Dalam keluarga, pekerjaan, maupun didalam persahabatan dan dalam lingkungan yang lebih luas. Bagi kita manusia yang hidup di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi, dan sebagai masyarakat yang bersosial. Tentunya kesemuanya itu tidak hanya berlandaskan kepentingan pribadi saja, tetapi hendaknya di imbangi dengan kebersamaan dan saling pengertian agar terwujud suatu komunitas masyarakat yang harmonis. Dimana individunya saling mengisi, memberi, tolong menolong, dan selalu menumbuh kembangkan rasa kekeluargaan. Seperti yang disabdakan oleh Sang Buddha:
             “Sebuah keluarga adalah tempat dimana pikiran bergabung dan kesentuhan satu dengan yang lain. Bila pikiran-pikiran saling mencintai satu dengan yang lain, rumah itu akan seindah taman bunga yang asri, namun bila pikiran-pikiran itu tidak harmonis satu dengan yang lain, keadaannya bagaikan topan badai yang memporak-porandakan isi taman itu” (Anguttara Nikaya III;30).

Bila kita melihat kembali riwayat hidup Sang Buddha Gotama, pada waktu itu berkumpul seribu duaratus limapuluh Bhikkhu yang kesemuanya adalah Arahat. Dan pada waktu itu juga Sang Buddha mengucapkan Ovāda Patimokkha sebagai berikut:
Janganlah berbuat kejahatan
Tanamlah benih-benih kebajikan
Bersihkanlah hati dan pikiran
Inilah ajaran semua Buddha

Sabba pāpassa akarana,
Kusalassa upasampadā,
Sacitta pariyodapana,
Eta Buddhāna sāsana
(Dhammapada XIV;183)
Sebagai siswa dari Buddha yang sedang belajar Dhamma, hendaknya kita selalu memparaktekannya didalam kehidupan kita sehari-hari untuk selalu mengembangkan kebajikan yang ada didalam diri kita, karena pada dasarnya semua makhluk memiliki benih-benih kebajikan. Namun karena masih terdapat banyak sekali kekotoran batin (kilesa) yang ada didalam batin kita yang terutama yaitu keserakahan (lobha) dan sifat mementingkan diri sendiri, sehingga sulit sekali bagi kita untuk berbagi dan memberikan sesuatu kepada orang lain walau sedikit. Hal inilah yang perlu kita perhatikan, hendaknya kita dapat mengikis kekotoran batin tersebut dengan sedikit demi sedikit mengurangi kekikiran, kemelekatan dan melatih kemurahan hati memberi walau sedikit,  sehingga kita benar-benar dapat melakukan kebajikan dengan penuh ketulusan dan berdasar pada pengertian yang benar. Sesuai dengan praktek Dhamma seperti yang telah dijelaskan didalam Ovāda Patimokkha dan merupakan inti dari ajaran semua Buddha bahwa kita hendaknya selalu memperbanyak perbuatan kebajikan.

            Banyak orang bersaing dan berlomba-lomba mendirikan perusahaan yang besar dengan harapan mendapat keuntungan yang tinggi, sehingga dapat memenuhi keinginan akan kebahagiaan materi didalam dunia ini. Agar perusahaan mereka dapat berkembang dan mendapatkan hasil yang baik, tentunya mereka selalu menjaga mutu dan kualitas produk dari perusahaannya tersebut, sehingga dapat diterima oleh masyarakat banyak. Kita juga boleh berlomba-lomba dengan mereka, tetapi sebagai umat Buddha kita jangan sampai gelap mata dan terlena dengan suatu kebahagiaan yang hanya sementara didunia ini. Kita tidak hanya akan hidup sekali saja didunia ini, tetapi kita hidup melalui kelahiran yang berulang-ulang, berjuta-juta kalpa lamanya. Kehidupan kita yang akan datang ditentukan oleh perbuatan kita sendiri baik atau buruk didalam kehidupan kita sekarang ini.
Ia berbahagia didunia sini, ia berbahagia didunia sana;
Pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia itu.
Ia akan berbahagia sewaktu bepikir: “Aku telah berbuat bajik,”
Dan akan lebih berbahagia ketika harus pergi ke alam bahagia

Idha nandati, pecca nandati
Katapuñño ubhayattha nandati,
Puñña  me katanti nandati
Bhiyyo nandati suggati gato
(Dhammapada I;18)

Demikianlah syair yang selalu kita jadikan pedoman didalam kehidupan kita untuk terus menerus kita tumbuh kembangkan dan kita praktekan didalam kehidupan kita sehari-hari. Dan merupakan satu alasan mengapa kita mesti banyak berbuat kebajikan untuk mendapatkan kebahagiaan sekarang maupun dikehidupan yang akan datang. Yaitu suatu kebahagiaan yang kekal, abadi.

Mengapa berbuat kebajikan?


Buddha mengajarkan tentang hukum kamma atau sebab akibat:
“Sesuai dengan benih yang ditabur, demikianlah buah yang akan dipetik, sipembuat kebaikan akan menerima kebahagiaan, sipembuat kejahatan akan menerima penderitaan, oleh sebab itu taburlah olehmu biji-biji benih, karena kelak engkau juga yang akan memetik buah daripadanya” (Samyutta Nikaya I ; 227).
            
Apabila kita menginginkan kehidupan yang lebih baik dikemudian hari, maka perbanyaklah perbuatan baik, salah satunya adalah dengan memperbanyak berbuat kebajikan. Kita adalah merupakan penentu dari hidup kita sendiri, kita dapat mendirikan  perusahaan kebajikan untuk kita sendiri dengan modal tekat, semangat, waktu dan tenaga yang kita miliki. Kita juga dapat selalu menjaga kualitas dari kebajikan kita agar dapat diterima oleh orang lain bahkan makhluk lain. Mutu dan kualitas dari kebajikan kita bukan diukur dari seberapa besar, banyak atau mahalnya sesuatu yang kita berikan, tetapi dari ketulusan, keikhlasan, kerelaan, tanpa keterpaksaan, dan yang pasti tanpa mengharap suatu imbalan serta tidak memikirkan untung dan rugi dikemudian hari.

Lebih lanjut lagi Sang Buddha bersabda:
Seandainya semua makhluk mengetahui seperti Aku (Buddha) mengetahui tentang manfaat berdana, dan mereka tidak akan menikmati semua yang mereka miliki tanpa membaginya dengan makhluk lain (yang membutuhkan), dan juga tidak akan membiarkan noda kekikiran menggoda dan menetap didalam batinnya. Bahkan jika apa yang mereka miliki merupakan sedikit makanan terakhir yang dipunyai, mereka tidak akan menikmati tanpa membaginya (berdana), seandainya ada makhluk lain yang layak mendapatkannya (Itivuttaka 18).

Manfaat berbuat kebajikan

Sang Buddha Gotama Sakyamuni mengajarkan pada  kita, bahwa perbuatan baik yang kita lakukan akan memberikan pahala/ buah berupa kekayaan dan kemakmuran bagi si pelaku dalam salah satu kehidupannya; dan selain itu seorang yang sering berdana serta ditunjang pula dengan kehidupan yang Bermoral (sila), maka kedua perbuatan baik itu akan menuntun si pelaku untuk terlahir di alam bahagia, yang sering disebut alam Dewa atau alam Surga (Swarga Loka).

Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari melakukan kebajikan ini, antara lain:
Mengurangi kekikiran dan kemelekatan kita pada materi dan hal-hal yang bersifat keduniawian,
Mengurangi sifat keakuan (egoisme),
Melatih diri kita untuk lebih memiliki kepedulian terhadap yang lain,
Mengembangkan kasih sayang, dan welas asih/ cinta kasih terhadap sesama dan makhluk lain.

Manfaat yang didapatkan dari perbuatan bajik tidak hanya kita sendiri yang dapat merasakannya tetapi juga orang lain yang telah kita bantu. Mereka akan merasakan kebahagiaan pada dirinya karena merasa masih diperhatikan oleh kita. Mereka yang lapar menjadi kenyang bila kita memberikan makanan, mereka yang sakit menjadi sembuh bila kita beri obat, mereka yang bodoh menjadi pandai bahkan tercerahkan setelah kita uraikan Dhamma dengan jelas dan lain sebagainya. Dengan melakukan kebajikan, kita juga dapat membantu dan menolong  saudara, sanak famili kita yang sudah meninggal dunia dengan cara melimpahkan jasa kebajikan  yang telah kita perbuat kepada mereka (pattidana).

Melakukan kebajikan dengan ber Dana


Dalam bukunya, Etika Buddhis, Y.M. Dr. H. Saddhatissa berkata, “Secara umum, terdapat dua pandangan mengenai moralitas: (1) menjadi baik dan (2) berbuat baik. Yang pertama adalah moralitas sejati, sementara yang kedua mungkin sekadar jalan menuju tujuan. Orang bisa menjadi baik dengan tujuan berbuat baik, tapi ini jarang sekali. Orang melakukan perbuatan baik yang tampaknya murni altruistik, namun sebenarnya bermotif egois, digerakkan oleh keinginan menguasai, hasrat mendapatkan jasa, berkah, surga, penghargaan atau digerakkan oleh rasa takut terhadap hukuman neraka. Semua yang disebut perbuatan ‘baik’ diilhami oleh sifat mementingkan diri sendiri. Bagi umat Buddha, ‘menjadi’ baik adalah satu-satunya moralitas sejati.”

Mungkin sudah terlalu sering bagi kita mendengar tentang kebajikan, namun masih banyak juga pengertian mereka yang salah.  Mereka  menganggap bahwa melakukan kebajikan hanya dapat dilakukan dengan cara berdana materi (uang) saja sudah cukup. Tetapi yang sebenarnya suatu tindak kebajikan pengertiannya tidak sesempit itu, bahkan sangat luas dan banyak cara yang dapat kita lakukan.

Didalam ajaran Buddha, dana adalah merupakan dasar dari segala perbuatan baik. Dana adalah langkah pertama dalam urutan cara-cara berbuat baik (kusala kamma). Pada uraian “Dasa Punna Kiriya Vatthu” (sepuluh cara untuk melakukan perbuatan baik atau jasa), dana adalah yang pertama. Demikian pula didalam “Dasa Paramita” (sepuluh kesempurnaan).

Terdapat tiga  jenis dana yang dapat kita lakukan yakni:

1.   Pemberian materi (Amisadana)
Dana ini dapat dilakukan dengan cara menyumbangkan makanan (sembilan bahan pokok makanan) pakaian atau tempat tinggal kepada mereka yang kekurangan atau kepada mereka yang sedang berada dalam musibah. Pemberian jenis ini sangatlah disarankan.
Penulis pernah merasa terharu sekali ketika dalam perjalanan, tepat diperempatan jalan dan pada waktu itu lampu merah menyala,mobil yang saya tumpangipun berhenti. Disitu saya melihat seorang anak kecil yang sedang mengamen dan ada seseorang yang memberikan dua keping pecahan uang logam senilai  dua ratus rupiah. Kemudian anak itu pergi dan ternyata menghampiri seorang anak kecil lainnya yang mungkin adalah adiknya, selanjutnya ia memberikan satu keping uang logam yang didapatnya dari mengamen tadi dan yang satu keping lagi dimasukkan kekantongnya. Anak kecil yang diberi uang tersebut menerima dengan senang hati dan senyum manis merekah dari bibir anak kecil tersebut, merekapun bergandengan tangan dan berpelukan erat. Dari kasus ini kita dapat melihat betapa walaupun sulitnya mencari uang, tetapi anak kecil tersebut masih bisa berbagi dengan yang lain dan ini merupakan satu pelajaran, sekaligus  menyadarkan diri kita akan pentingnya kebersamaan dan tolong menolong.

2.   Pemberian kehidupan (Abhayadana)
Yaitu menyelamatkan nyawa makhluk hidup yang lain atau melepas satwa ke habitat aslinya (fang sen). Bila kita menginginkan kedamaian hidup maka cinta kasih, belas kasih, kasih sayang tanpa kekerasan yang menyakitkan perlu kita kembangkan. Salah satunya dengan memperhatikan dan peduli terhadap kehidupan makhluk yang lain. Dapat anda bayangkan bila kita selalu bermusuhan, saling membunuh, menyakiti satu dengan yang lainnya, akankah kedamaian dapat kita wujudkan? Bukan kedamaian yang kita dapatkan melainkan kehancuran yang akan kita rasakan! Sampai kapankah kita harus saling membunuh dan membenci?   Dengan tidak menyakiti makhluk lain, lebih-lebih membunuh melainkan mengembangkan cinta kasih maka makhluk yang lain pun tidak merasa terganggu dan terusik, maka kedamaian didunia ini akan dapat terwujud. Bukankah ini sudah merupakan perbuatan baik? Mendonorkan darah atau organ tubuh lainnya, dengan rela membagi  bagian tubuh dari kita kepada mereka yang membutuhkan. Bukankah ini juga merupakan suatu perbuatan baik? Pemberian ini merupakan tindakkan yang sangat terpuji dan sebagai praktek dari jiwa Bodhisattva.

3.   Pemberian kebenaran (Dhammadana)
Membabarkan Dhamma, mengelola ceramah Dhamma, mencetak dan membagikan buku-buku Dhamma, dan membawa orang lain keluar dari jalan yang keliru. Kebaikkan ini tidak kalah pentingnya, seseorang mungkin saja memberikan seluruh harta dan hidupnya bagi yang membutuhkan, namun demikan, mencerahkan orang lain dengan Dhamma adalah jenis pemberian yang tertinggi.
Seperti yang termaktub didalam Dhammapada 354 berikut:
Di antara segala pemberian, pemberian kebenaran adalah yang tertinggi.
Sabbādana dhammadāna jināti.


Kesimpulan


Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk melakukan kebajikan, tidak hanya dengan berdana tetapi dapat juga kita lakukan dengan menjaga pikiran, ucapan dan perbuatan. Dengan menjaga pikiran agar selalu berpikiran yang positif, berucap yang baik, tidak melukai perasaan orang lain, memuji dengan perkataan yang lembut, melakukan perbuatan yang tidak tercela, tidak menyakiti makhluk lain, membahagiakan orang lain, menjalankan Pancasila Buddhis juga merupakan kebajikan. Dengan melakukan kebajikan membawa manfaat tidak hanya untuk diri kita sendiri tetapi juga membawa manfaat bagi orang lain bahkan makhluk lain. Dengan kebajikan kita tidak perlu mengharap kebahagiaan dan surga, tetapi dengan sendirinya kesemuanya itu sudah pasti dapat kita rasakan sesuai dengan besar atau kecilnya jasa pahala yang telah kita perbuat. Jadi saudara, bila anda menginginkan kehidupan yang berbahagia mari kita ciptakan sebab-sebab dari kebahagiaan kita sendiri dengan cara melakukan kebajikan melalui pikiran, ucapan maupun perbuatan. Dengan melakukan kebajikan kita dapat mengkondisikan agar kehidupan kita menjadi lebih baik lagi. Lebih baik memberi walaupun sedikit daripada menuntut (meminta/ memohon) mendapatkan banyak, karena walaupun menuntut banyak tidak akan pernah memuaskan keinginan kita.

Akhir kata semoga semua yang bajik dan memiliki kualitas baik, mempertahankan kebajikan dan kualitas baiknya. Semoga mereka memiliki pemikiran baik, kelakuan baik, perhatian benar, dan kebijaksanaan. Semoga seluruh kebaikan kita dapat dipertahankan dan ditingkatkan sepanjang tahun ini.

Janganlah meremehkan kebajikan walaupun kecil, dengan berkata: “Perbuatan bajik tidak akan membawa akibat.” Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air yang dijatuhkan setetes demi setetes, demikian pula orang bijak dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit, akan memenuhi dirinya dengan kebajikan.
(Dhammapada IX; 122)

Harta bisa menghias rumahmu,
Tapi hanya kebajikan yang bisa menghias dirimu.
Baju bisa menghias tubuhmu,
Tetapi hanya perilaku yang bisa menghias dirimu.

Bukan uang yang mendatangkan kebahagiaan,
Tetapi batin yang tenang dan bersih, murah hati dan suka menolong.

Sabbe sattā sadā hontu averā sukhajīvino

Semoga mereka mendapatkan jalan kedamaian


Sabbe sattā bhavantu sukhitattā

Semoga semua makhluk hidup berbahagia


Referensi:
Behappy, Mengatasi takut dan cemas dari akarnya dan berbahagia dalam segala situasi, Sri Dhammananda, Karaniya 2004.
Menciptakan surga dunia, Lahir sebagai manusia baru, Buntario Tigris SH, SE, SpN, Yayasan Dhammadasa 2001.
Kitab Suci Dhammapada, Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar